Catatan TentanG..

artikel (1) bisnis (4) cinta (3) diary (17) have fun aja.. (1) home (11) muhasabah (7) puisi (9) religi (9) renungan (8) umum (4)

Saturday, September 26, 2009

‘where is Allah in my Heart?’

‘where is Allah in my Heart?’
25 September 2009


Dimana Allah SWT dalam Hati kita? Renungkan dan pikirkanlah kalimat ini, Saudaraku. Karena Ali bin Abi Thalib ra, pernah menyifatkan keadaan para shalihin di zamannya dengan mangatakan:
“azhumal khaliqu fii quluubihim, fashaghura maa duunahu fii a’yunihim” (Sungguh Keagungan Allah telah mendominasi dinding hati mereka, Karenanya menjadi kecil dan tidak berartilah di mata mereka, selain Allah).

Para sahabat dan salafussalih, Mereka menjadi besar karena telah meyakini kebesaran dan keagungan Allah SWT. Kedudukan mereka menjadi tinggi, karena telah meninggikan Allah SWT. Jiwa mereka telah sibuk dengan hanya mengagungkan Allah SWT, sehingga mereka menjadi tidak takut kecuali karena Allah, menjadi tidak tenang kecuali bila dekat kepada Allah, menjadi tidak memiliki tempat bersandar kecuali kepada Allah, menjadi tidak mempunyai tempat bergantung kecuali Allah. ‘KEAGUNGAN’ Allah telah ‘meRAJAi’ hati mereka.


Selalu begitu hebat dan mengagumkan keadaan hati para sahabat dan salafussalih dalam tingkat ma’rifah mereka kepada Allah SWT. Subhaanallah, Maha Suci Allah...

Saudaraku,
Di mana Allah dalam hati kita? Seberapa dominan keagungan Allah SWT dalam hati kita? Allah SWT tidak ingin hati kita dipenuhsesaki oleh keinginan nafsu dan ambisi dunia. Dahulu, ketika Nabiyullah Ibrahim as terdominasi kecintaannya kepada sang anak, Allah memerintahkannya untuk menyembelih anaknya. Dahulu , ketika suatu saat Rasulullah dan para sahabatnya begitu memuliakan Baitul Haram dalam hati mereka, Allah lalu memerintahkan mereka melakukan shalat menghadap Baitul Maqdis. Agar Allah mengetahui apakah kadar kecintaan mereka kepada Allah lebih kuat, lebih dominan dan lebih besar daripada kecintaan mereka kepada Baitul Haram? Ketika jawabannya iya, lalu Allah mengembalikan lagi Baitul Haram kepada mereka dengan perintah-Nya. Ketika Ibrahim ternyata lebih mencintai Allah, maka allah kembalikan lagi sang anak kepadanya dan memintanya untuk menyembelih kambing/domba menggantikan posisi anaknya.
Siapakah yang lebih kita cintai dalam hati kita? Apakah yang mendominasi hati kita selama ini?

Saudaraku,
Apakah kita merasa gembira dan senang saat berdekatan dengan-Nya? Apakah kita selalu berusaha agar Allah selalu bersama kita?
Sejauh mana tingkat kesenangan dan kedamaian kita saat shalat, di saat kita bertemu dan bermunajat kepada-Nya?
Seberapa sejuk dan teduhnya jiwa kita saat sujud di hadapan-Nya, karena saat sujud adalah saat yang paling dekat antara kita dengan-Nya? Duhai, indahnya bila kita mengetahui firman Allah SWT, ”Aku bersama hamba-Ku di saat ia mengingat-Ku dan dua bibirnya menyebut-Ku..”

Apakah kita menyediakan waktu sejenak di sepertiga malam terakhir untuk menikmati saat-saat kedekatan kita dengan-Nya? Di saat Allah SWT mengatakan, ”Apakah ada orang yang bertaubat yang Aku terima taubatnya. Adakah orang yang meminta ampun atas dosanya dan Aku mengampuninya. Adakah orang yang meminta dan Aku berikan Pintanya...” (HR.Muslim)

Saudaraku,
Bukankah orang yang mencintai sesuatu selalu menginginkan kesendirian bersama yang dicintainya? Adakah kecintaan kita kepada Allah, juga memendam keinginan kita untuk sendiri bersama-Nya di waktu-waktu sunyi?

Jangan-jangan, cinta kita selama ini hanyalah cinta palsu semata? Apakah kita tidak malu kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia mengetahui apa yang tersembunyi dalam lubuk hati kita..?

Bukankah orang yang mencintai sesuatu selalu mau dan tidak berpikir panjang jika diminta untuk berkorban demi yang dicintainya? Dimanakah pengorbanan yang kita persembahkan kepada Allah untuk meninggikan agama dan panji-panji-Nya?

Bukankah orang yang mencintai selalu berusaha mencari ridha sesuatu yang dicintainya, meski ia harus menanggung kesempitan atau bahkan rasa sakit?
Sejauh manakah pengorbanan kita untuk-Nya? Apakah kita selalu berupaya melangkah dan bergegas mendekat tempat-tempat yang bisa membuat Allah ridha kepada kita? Atau justru kita mendekati tempat-tempat kemurkaan-Nya hingga kita semakin jauh dari keridhaan-Nya?

Tapi lalu kita memohon dan meminta keluasan rahmat-Nya, mengelukan ragam kesempitan, kesedihan dan kelemahan kita kepada-Nya. Mengetuk pintu kasih sayang-Nya dan berharap agar Allah mau membukakannya untuk kita yang penuh dosa, banyak lalai dan berlumur kesalahan?

Saudaraku,
Menangislah..Bila kau ingin menangis..
Karena sudah terlalu lama jiwa kita dipenuhi ’kelalaian’ untuk selalu mengingat-Nya. Terlalu lama ambisi dan nafsu kita terhadap dunia mengalahkan kecintaan kita kepada-Nya.
Sudah terlalu lama pula kemaksiatan dan dosa-dosa kita merajalela, yang membuat hati kita semakin jauh dari-Nya..

Kita harus berhenti sejenak di sini. Lalu bertanya kepada diri sendiri:
‘where is Allah in my Heart?’
”Di manakah Allah dalam Hati_ku?”
...



--by Arif Affandi,2009--

2 comments: