Catatan TentanG..

artikel (1) bisnis (4) cinta (3) diary (17) have fun aja.. (1) home (11) muhasabah (7) puisi (9) religi (9) renungan (8) umum (4)

Saturday, January 2, 2010

WALAU HANYA 'SEKEJAP MATA'...

WALAU HANYA ’SEKEJAP MATA’
2 Januari 2010


Seorang teman pernah mengatakan kepadaku seperti ini, ”Rif, kamu ini orang yang aneh.. masa ga ada sebab apa-apa, ga ada salah, malah minta maaf.. masa dosa ’sedikiiit’ saja sudah murung seperti itu, amal-amalmu kan masih banyak..toh Allah maha pengampun..?”

Seorang lain juga pernah mengatakan seperti ini, ”Mungkin kamu itu orang yang terlalu berlebihan dalam beragama.. masa cuman ketawa-ketawa seperti ini dianggap sia-sia..berlebihan..?” H..mmm, Pertanyaan yang sebenarnya aku sendiri agak sulit menjelaskannya.

Memang tidak salah..Allah Maha Pengampun kepada setiap hamba-Nya yang berdosa. Memang tak ada yang salah dalam tertawa, bercanda dan lain sebagainya. Smuanya berhukum mubah (boleh) dilakukan dan tidak akan berakibat dosa. Tapi, apakah tidak lebih baik.. aku yang sudah terlalu banyak dosa ini..untuk memanfaatkan kesempatan ’sekecil’ apapun dalam kehidupan dunia yang sangat sempit dan terbatas ini, untuk senantiasa melakukan ketaatan dan slalu ’ingat’ kepada Allah?

Apakah tidak lebih baik aku mencontoh para sahabat dan para salafussalih, orang-orang yang Allah telah meridhai mereka, atas perilaku mereka yang sangat ’berhati-hati’ dalam amalan sekecil apapun..?



Ada beberapa kisah menarik tentang bagaimana para sahabat sangat menjaga ’ruang hati’ mereka agar sedikitpun tak tergelincir dalam ketidakridhaan...

Tentang sahabat Abu Bakar ra. Suatu saat beliau pernah dengan tidak sengaja mengeluarkan kata-kata kasar kepada seorang sahabat, Rabiah al aslami ra. namanya. Tidak lama kemudian, Abu Bakar menyadari kesalahannya, maka ia berkata kepada Rabiah, ”ucapkanlah kata-kata yang sama kepadaku sehingga menjadi balasan yang sama bagiku”. Namun rabiah menolaknya.
Abu bakar menjawab dengan sedikit memaksa, ”kamu harus mengucapkannya (membalasnya), jika tidak saya akan mengadukan hal ini kepada Rasulullah SAW.”
Orang-orang banu aslam yang tidak mengetahui siapa Abu Bakar, yang menyaksikan kejadian itu mengatakan, ”orang ini aneh, ia sendiri yang memulainya, tapi ia sendiri yang mengadukannya kepada Rasulullah.”

Kisah lain, seorang sahabat nabi, Hanzhalah ra.
Ia Bercerita, ”suatu ketika kami sedang berada di majelis Rasulullah saw. Beliau menyampaikan nasehat-nasehatnya kepada kami sehingga hati-hati kami menjadi lembut, dan air mata pun bercucuran. Setelah selesai dari majelis Rasulullah, saya kembali ke rumah dan berkumpul bersama anak dan istri. Lalu mulailah kami membicarakan masalah duniawi dan ’bercanda’ dengan anak-anakku, serta bercumbu dengan istriku. Keadaan pada saat itu, sangat berbeda dengan ketika saya berada di dalam majelis Rasulullah. Baru terpikir di benakku bahwa tadi saya berada dalam suasana bagaimana dan sekarang ini seperti apa.

Hanzhalah ra melanjutkan, ”Saya berkata dalam hati, jadi kamu ini seorang ’MUNAFIK’. Sebab ketika kamu berada di dalam majelis Rasulullah, keadaanmu berbeda dengan ketika kamu berada bersama anak-istrimu. Saya sangat kecewa ketika menyadari hal ini. Dengan pikiran kalut saya keluar rumah sambil berkata, ”Hanzhalah! Kamu telah Munafik.. Hanzhalah! Kamu telah Munafik..”.
Lalu Abu Bakar Ra. Menghampiriku. Saya berkata kepadanya, ”bahwa Hanzhalah telah Munafik..”
Beliau langsung mengucapkan, ”Subhaanallah! Sangat tidak benar apa yang telah kau ucapkan itu!”
Saya pun menceritakan kejadiannya..
Abu Bakar menyahut, ”Ya, itupun telah terjadi pada diri kami.” Lalu keduanya pergi menemui Rasulullah saw.

Beliau saw. kemudian bersabda, ”Demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, jika pada setiap saat keadaanmu senantiasa seperti apa yang kau ceritakan ketika bersamaku, maka para malaikat akan menyambutmu di tempat tidurmu dan di jalan-jalan untuk berjabat tangan denganmu. Tetapi wahai Hanzhalah, keadaan seperti itu terjadi ’kadang-kadang’ saja.”

Aneh..! Yaa..aneh memang. Masalah yang begitu sepele bagi orang-orang yang benar imannya seakan begitu berat dan serius.

MEREKA SEAKAN MELIHAT SEEKOR SEMUT YANG JAUH DARI PANDANGAN MATA MEREKA, SEPERTI MELIHAT SEEKOR GAJAH YANG SANGAT BESAR..

Sungguh di luar logika orang kebanyakan pemikiran orang-orang yang sangat dekat dengan Allah..

Tapi itulah keadaan para sahabat dan salafussalih, orang-orang yang Allah telah ridha kepada mereka, adalah orang-orang yang sangat menjaga ’Hati’ mereka. Mereka adalah orang-orang yang sangat berhati-hati menjaga setiap tingkah laku mereka agar sedetik pun tidak tergelincir dalam dosa. Sedikitpun pun ada ketidaknyamanan dalam ruang hati mereka, mereka sudah mengira berbuat dosa, bahkan menganggap telah menjadi ’MUNAFIK’. Subhaanallah.

Mereka adalah orang-orang yang senantiasa ’menghitung-hitung’ (menghisab) segala sesuatu yang telah mereka kerjakan. Senantiasa takut apakah sudah cukup bekal amal yang mereka kerjakan untuk menghadapi hari yang sangat Dahsyat setelah kematian..

Bahkan ketika Rasulullah SAW. melewati beberapa sahabat yang sedang tertawa terbahak-bahak dan berlebihan, seketika itu juga beliau memperingatkan, ”Seandainya kalian banyak mengingat maut, maka tidak akan terjadi keadaan seperti yang saya lihat saat ini. Oleh karena itu perbanyaklah mengingat kematian...”

Saking takutnya akan kematian dan hisab, Abu Bakar bahkan sampai berkata kepada seekor burung, ”Wahai burung, alangkah nikmatnya hidupmu, kamu makan, minum, dan terbang diantara pepohonan tetapi di akherat tidak akan ada hisab untukmu. Andaikan Abu Bakar menjadi sepertimu.”

Begitu juga Umar bin Khattab ra. Mengatakan, ”pada hari kiamat nanti, akan diumumkan kepada seluruh manusia; bahwa seluruh manusia akan masuk ke dalam surga, kecuali seorang yang memasuki neraka. Saya ’takut dan khawatir’ bahwa orang itu adalah saya, karena dosa-dosa saya yang sangat banyak.”

Bahkan diceritakan tentang seorang ulama, Robi’ bin Sutaim rah.a. bahwa selama 20 tahun beliau selalu menulis apa yang telah diucapkannya di sehelai kertas dan pada malam harinya dia akan menghisabnya (menghitung-hitungnya), berapa banyak ucapannya yang penting dan berapa ucapannya yang tidak penting.

Mereka adalah orang-orang yang benar-benar takut dengan suatu hari, dimana tangan, kaki, pendengaran, penglihatan dan hati mereka menjadi saksi atas apa yang telah mereka perbuat..

”...Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS.Al-isra’:17)

Thawus al Yamani ra., seorang sahabat yang sangat terkenal akan kelembutan dan kehalusan perasaannya, bahkan pada saat kondisi sakit pun ia berusaha menghisab rintihan sakitnya.
Katanya, ”Tidaklah ada perkataan Ibnu Adam yang diucapkannya, kecuali perkataan itu pasti dihisab oleh Allah SWT. Termasuk ’Rintihannya’ ketika ia sakit.”

Subhaanallah..

Rasulullah SAW. sendiri pernah pada suatu saat karena kehati-hatiannya terhadap suatu amalan, tidak dapat memejamkan matanya sepanjang malam. Beliau selalu mengubah posisi tidurnya, tetapi beliau tidak dapat memejamkan matanya sedikitpun.
Sehingga istri beliau bertanya, ”Mengapa engkau tidak bisa tidur yaa Rasulullah?”.
Sabda beliau SAW., ”Tadi ada sebuah kurma yang diletakkan di suatu tempat. Karena khawatir kurma itu terbuang begitu saja, maka saya telah memakannya. Dan sekarang saya merasa khawatir dan menyesal, karena mungkin kurma itu dikirimkan ke sini untuk disedekahkan kepada fakir miskin.”
Allahu Akbar.. Padahal kemungkinan besar kurma itu adalah milik beliau karena jelas-jelas berada di rumah beliau.

Saudaraku,
Banyak sekali ungkapan para sahabat ra. dan salafussalih yang isinya suara kegelisahan hati mereka. Kegelisahan yang muncul dari kesadaran kecil seiring ketidakberdayaan dirinya di hadapan Allah dan kekhawatiran bila semua amal ibadah yang telah dilakukannya tidak mencapai derajat sebagaimana para kekasih Allah. Kegelisahan yang seringkali mampu menimbulkan isak tangis dan lelehan air mata surga.

Lihatlah apa yang dikatakan istri Umar bin Abdul Aziz mengenai keadaan suaminya. Ia bercerita, ”mungkin saja ada orang yang lebih banyak melakukan shalat dan puasa dari suamiku. Tapi, aku belum pernah mendapatkan orang yang lebih memiliki rasa takut kepada Allah dari Umar bin Abdul Aziz.
”Setelah shalat Isya, aku pernah melihatnya duduk di masjid sambil berdo’a dan menangis. Ia menangis sampai tertidur. Lalu tersadar, melanjutkan berdo’a dan menangis, sampai tertidur kembali. Kemudian bangun, berdo’a dan menangis sampai tertidur lagi. Itulah yang dilakukannya sampai datang waktu Subuh.”

Allahu Akbar..

Saudaraku,
Memang kita harusnya malu, malu kepada Allah.. bahwa ternyata kita yang mengaku begitu mengagungkan islam, ternyata keadaan kita teramat jauh dari golongan para kekasih Allah..orang-orang yang telah diridhai-Nya..

Memang kita perlu lebih banyak lagi berfikir, merenung dan bermuhasabah-introspeksi diri.. bahwa ternyata begitu banyak waktu dan kesempatan yang terbuang dan kita sia-siakan tanpa ada nilai ketaatan di dalamnya..
Begitu banyak waktu kita, menit demi menit, tanpa disertai perkataan yang mampu menyelamatkan diri kita pada hari Hisab..
Dan begitu banyak waktu kita, detik demi detik dan tarikan nafas ini tanpa kita sertai dengan ’Hati’ yang selalu mengingat nama-Nya..

Kekasih kita yang mulia, Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits Pernah mengajarkan do’a seperti ini, ”Ya Allah, rahmat-Mu lah yang aku harapkan. Maka janganlah Kau serahkan diriku pada diriku sendiri, ’Sekejap Mata Pun’. Perbaikilah semua keadaanku. Tiada Tuhan selain Engkau.” (HR. Abu Daud)

Jelas sekali, Rasul kita, guru yang paling baik dalam mengajarkan kebersihan dan kesucian jiwa itu bermunajat kepada Allah dengan potongan-potongan kata yang begitu ’serius’. Beliau meminta kepada Allah agar tidak dibiarkan sendirian dalam mengarungi hidup ini. Agar Allah tidak membiarkan ’hatinya’ dikuasai keinginan nafsu dan kelalaian, meski hanya ’tharfata’ain’.. atau walau ’Hanya Sekejap Mata’pun.

Itulah memang yang beliau ajarkan. Memang seharusnya, kita hidup ini tidak boleh sedikitpun tergelincir dalam kedurhakaan. ’Sedikitpun’ tidak boleh terjatuh dalam kemurkaan-Nya, ’sedikitpun’ tidak boleh lalai dari ’mengingat’ Allah.. Walau hanya ’Sekejap Mata’.

Yaah.. Walau hanya ’Sekejap Mata’..!




Wahai Dzat yang membolak-balikkan Hati, tetapkanlah Hatiku agar (senantiasa berada) di atas (petunjuk) agama-Mu..
Jadikan Hatiku untuk senantiasa mengingat nama-Mu..
Jadikan mataku menjadi mata yang senantiasa ’menangis’ karena-Mu..
Janganlah Kau serahkan diriku pada diriku sendiri, walau hanya ’Sekejap Mata’..



--by Arif Affandi,2010--

1 comment: